Proses Penciptaan Manusia

PENCIPTAAN MANUSIA

A.      Fokus Kajian Hadis

عن ابن مسعود - رضي الله عنه - ، قَالَ : حدثنا رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - وَهُوَ الصادق المصدوق : (( إنَّ أحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ في بَطْنِ أُمِّهِ أربَعِينَ يَوماً نُطْفَةً ، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذلِكَ ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذلِكَ ، ثُمَّ يُرْسَلُ المَلَكُ ، فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ ، وَيُؤْمَرُ بِأرْبَعِ كَلِمَاتٍ : بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ . فَوَالَّذِي لا إلهَ غَيْرُهُ إنَّ أحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أهْلِ الجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وبيْنَهَا إلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيهِ الكِتَابُ ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أهْلِ النَّارِ فَيدْخُلُهَا ، وَإنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إلاَّ ذراعٌ ، فَيَسْبِقُ عَلَيهِ الكِتَابُ فَيعْمَلُ بِعَمَلِ أهْلِ الجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا )) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .

أخرجه : البخاري 9/165 ( 7454 ) ، ومسلم 8/44 ( 2643 ) ( 1 ) .


Artinya : Dari Ibnu Mas’ud r.a. Dia brkata : Rasulullah Saw. telah menyampaikan kepada kami dan Beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaanya di dalam rahim ibunya sebagai setets air mani selama empat piluh hari, kemudian berubah menjadi setets darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya. Demi Allah yang tidal Illah selain-Nya, sesungguhnya diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta, akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka, maka masuklah dia kedalam neraka. Dan diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta, akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga, maka masuklah dia kedalam surga. (H.R. Mutafaqun ‘alaih).

B.     Beberapa Istilah
في بَطْنِ أُمِّهِ = Rahim yaitu tempat pembentukan janin yang terdapat dalam perut seorang Ibu.
نُطْفَةً = Terambil dari kata an-nathf mani yang ditumpahkan dari sulbi laki-laki ketika mencapai puncak kenikmatan dan bersatu dengan ovum. Kemudian dinamakan nuthfah karena menumpahkanya sedikit.
عَلَقَة = Sekerat darah yang membeku
مُضْغَةً = Segumpal daging

C.    Biografi Perawi
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil al-Hudzali. Nama julukannya “ Abu Abdirahman”. Ia sahabat ke enam yang paling dahulu masuk islam. Ia hijrah ke Habasyah dua kali, dan mengikut semua peperangan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Dalam perang Badar, Ia berhasil membunuh Abu Jahal. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda” Ambilah al-Quran dari empat orang: Abdullah, Salim (sahaya Abu Hudzaifah), Muadz bin Jabal dan Ubay bin Ka’ab”. Menurut para ahli hadits, kalau disebutkan “Abdullah” saja, yang dimaksudkan adalah Abdullah bin Mas’ud ini.
Ketikah menjadi Khalifah Umar mengangkatnya menjadi Hakim dan Pengurus kas negara di kufah. Ia simbol bagi ketakwaan, kehati-hatian, dan kesucian diri. Sanad paling shahih yang bersumber dari padanya ialah yang diriwayatkan oleh Suyan ats-Tsauri, dari Mansyur bin al-Mu’tamir, dari Ibrahi, dari alqamah. Sedangkan yang paling dlaif adalah yang diriwayatkan oleh Syuraik dari Abi Fazarah dari Abu Said. Ia meriwayatkan hadits dari Umar dan Sa’ad bin Mu’adz. Yang meriwayatkan hadits darinya adalah Al-Abadillah (“Empat orang yang bernama Abdullah”), Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah, Abu Musa al-Asy’ari, Alqamah, Masruq, Syuraih al-Qadli, dan beberapa yang lain. Jumlah hadits yang ia riwayatkan mencapai 848 hadits. Beliau datang ke Medinah dan sakit disana kemudian wafat pada tahun 32 H dan dimakamkan di Baqi, Utsman bin ‘Affan ikut menshalatkannya.
D.    Takhrijul Hadis
Hadits tersebut diriwayatkan oleh :
1.      Imam al Bukhari dalam Shahih-nya, pada kitab Bada-ul Khalq, Bab Dzikrul Mala-ikah (no. 3208), kitab Ahaditsul Anbiya` no. 3332. Lihat juga hadits no. 6594 dan 7454. Dari jalur sanad :
حدثنا الحسن بن الربيع حدثنا أبو الأحوص عن الأعمش عن زيد بن وهب قال عبد الله  : حدثنا رسول الله صلى الله عليه و سلم
2.      Imam Muslim dalam Shahih-nya, pada kitab al Qadar no. 6893
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٌ ح وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ الْهَمْدَانِىُّ - وَاللَّفْظُ لَهُ - حَدَّثَنَا أَبِى وَأَبُو مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٌ قَالُوا حَدَّثَنَا الأَعْمَشُ عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم
3.      Imam Abu Dawud Kitab as sunnah bab fil Qadr hadis no. 4710
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ النَّمَرِىُّ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ح وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ - الْمَعْنَى وَاحِدٌ وَالإِخْبَارُ فِى حَدِيثِ سُفْيَانَ - عَنِ الأَعْمَشِ قَالَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم
4.      Imam at-Tirmidzi Kitab al Qadr bab anal ‘amala bil khawatimi hadis no. 2137
حدثنا هناد حدثنا ابو معاوية عن الأعمش عن زيد بن وهب عن عبد الله بن مسعود قال : حدثنا رسول الله صلى الله عليه و سلم
5.      Imam Ibnu Majah Kitab Iftitahul Kitabi wa al Imani wa Fadhailu ash shahabati wal ilmi, bab al Qadr hadis no. 76.
حدثنا علي بن محمد حدثنا وكيع ومحمد بن فضيل و أبو معاوية . ح وحدثنا علي بن ميمون الرقي حدثنا أبو معاوية ومحمد بن عبيد عن الأعمش عن ريد بن وهب قال قال عبد الله بن مسعود
E.     Pembahasan
1.      Proses Penciptaan Manusia
Secara sunatullah manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam alam rahim sampai dengan meninggal dunia fana mengalami proses tahap demi tahap. Dijelaskan dalam hadis tersebut, bahwa awal penciptaan manusia di dalam rahim seorang ibu, yang berawal dari nuthfah (bercampurnya sperma dengan ovum), kemudian dari nuthfah menjadi ‘alaqah (segumpal darah), lalu mudhghah (segumpal daging) sebagai cikal bakal manusia (embrio). Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk meniupkan ruh padanya serta mencatat empat kalimat, yaitu rizki, ajal, amal dan sengsara atau bahagia. Jadi, ditiupkannya ruh kepada janin setelah ia berumur 120 hari. 
Menurut al-Ghazali proses kejadian pembentukan manusia diawali oleh pertemuan nuthfah dan nafs. Menurutnya, nafs atau jiwa diciptakan ketika nuthfah (sel benih) telah memenuhi persyaratan untuk menerimanya. Nuthfah dimaknai sperma laki-laki yang telah menyatu sel telur wanita (ovum) dalam rahim perempuan. Pada saat tertentu nuthfah  mempunyai kesiapan untuk menerima jiwa, dan kondisi memenuhi syarat untuk menerima jiwa disebut al-istiwa. Proses tersebut sesuai dengan firman-Nya[1], yaitu :
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ (28) فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ (29)
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk, Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (QS. Hijr : 28-19).

Para ulama sepakat, bahwa ruh ditiupkan pada janin ketika janin berusia 120 hari, terhitung sejak bertemunya sel sperma dengan ovum. Artinya, peniupan tersebut ketika janin berusia empat bulan penuh[2]. Pada masa inilah segala hukum mulai berlaku padanya. Karena itu, wanita yang ditinggal mati suaminya menjalani masa ‘iddah selama empat bulan sepuluh hari, untuk memastikan bahwa ia tidak hamil dari suaminya yang meninggal, agar tidak menimbulkan keraguan ketika ia menikah lagi lalu hamil.[3]. Al-Qur’an menjelaskan secara rinci tentang proses penciptaan manusia yaitu :
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ (12) ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (13) ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آَخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (14) ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ (15) ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ (16) وَلَقَدْ خَلَقْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعَ طَرَائِقَ وَمَا كُنَّا عَنِ الْخَلْقِ غَافِلِينَ (17)
Artinya :"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari Kiamat" [al Mu’minun/23:12-16].

Ayat-ayat tersebut menjelaskan proses perkembangan manusia sejak berada dalam alam rahim, kehidupanya di dunia, hingga hancurnya jasad dan akhirnya dibangkitkan kembali diakhirat.
Al-Qur’an menyatakan proses penciptaan manusia mempunyai dua tahapan yang berbeda, yaitu: Pertama, disebut dengan tahapan primordial. Manusia pertama, Adam a.s. diciptakan darial-tin (tanah), al-turob (tanah debu), min shal (tanah liat), min hamain masnun (tanah lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk Allah dengan seindah-indahnya, kemudian Allah meniupkan ruh dari-Nya ke dalam diri (manusia) tersebut (Q.S, Al An’aam (6):2, Al Hijr (15):26,28,29, Al Mu’minuun (23):12, Al Ruum (30):20, Ar Rahman (55):4). Kedua, disebut dengan tahapan biologi. Penciptaan manusia selanjutnya adalah melalui proses biologi yang dapat dipahami secara sains-empirik. Di dalam proses ini, manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh (Q.S, Al Mu’minuun (23):12-14).
2.      Tujuan dan Fungsi Penciptaan Manusia
Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan dengan bentuk raga yang sebaik-baiknya (QS. At-Tin : 94), dan rupa yang seindah-indahnya (QS. At-Taghabun : 3), dilengkapi dengan organ psikofisik yang istimewa seperti pancaindra dan hati (QS. An-Nahl : 78), diberi potensi kemampuan berfikir untuk memahami alam semesta (QS. Al-Ra’d : 3), memahami dirinya sendiri (QS. Ar-Rum : 20-21), akal untuk memahami keagungan-Nya (QS. Al_haj : 26), nafsu yang paling rendah (QS. Yusuf : 53) dan yang paling tinggi (QS. Al-Fajr : 27-30), dan ruh yang kepadanya Allah Swt mengambil kesaksian manusia (QS. Al’Araf : 72-74). 
Manusia makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, karena dikaruniai ciri dan keistimewaan yang berbeda dan lebih unggul dibandingkan dengan makhluk yang lainya. Menurut Said Hawa[4], disamping manusia mempunyai akal, keistimewaan manusia dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu :
1.      Anotomi Tubuh Manusia.
Dimana setiap organ yang pada diri manusia, sekecil apapun itu, telah disusun dan dibentuk dalam susunan dan bentuk yang paripurna.
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4)
“Sesungguh kami telah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk.”(QS. At Tin : 4).

2.      Kemampuan Belajar
Manusia di karuniai kemampuan untuk belajar atau menyerap pengetahuan yang sangat berbeda dengan makhluk lain. Manusia mampu mengenali dirinya dan lingkungan sekitarnya; menyusun fakta-fakta dan menganalisanya; mengetahui cara-cara memanfaatkan sesuatu; mencerna hukum alam atau mengatur sesuatu. Allah Ta’ala Berfirman :
وَعَلَّمَ آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (31)
31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"

3.      Kehendak
Pengetahuan adalah sesuatu yang pasif. Ia tidak begitu saja mengubah seseorang menjadi merah dan hitam. Yang membuat seseorang bergerak, bereaksi atau merespon adalah kehendak. Sehingga manusia bisa menyikapi setiap kondisi yang dihadapinya dengan berbagai macam sikap. Ketika didzalimi misalnya, manusia bisa memilih sikap antara marah atau memaafkanya, antara membalas secara trang-trangan atau secara diam-diam dan sebagainya. Sementara hewan cenderung mempunyai satu pilihan. Ayat al-Qur’an menjelaskanya :
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا (3)
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.

4.      Status dan Potensi
Status manusia di jagat raya ini adalah sebagai tuan, sebab segala sesuatu yang ada di alam ini diperuntukan untuk manusia. Sebagaimana Firman_Nya :
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi ini untuk kamu.”(QS. Al-Baqarah : 29).
5.      Kemampuan Verbal,
Suara yang keluar dari mulut binatang seperti dengusan, kicauan dan yang lainya hanyalah rangkaian bunyi yang monoton dan berulang-ulang. Berbeda dengan manusia, dari huruf hijaiiyah (huruf ‘Arab) atau huruf –huruf dalam Bahasa Indonesia. Manusia mampu merangkai kata-kata dalam berbagai macam bahasa dan dipakai sebagai alat komunikasi. Dengan itulah manusia bisa tertawa, menangis, membuat teori, hukum-hukum, marah, bahagia dan sebagainya. Firman-Nya :
الرَّحْمَنُ (1) عَلَّمَ الْقُرْآَنَ (2) خَلَقَ الْإِنْسَانَ (3) عَلَّمَهُ الْبَيَانَ (4)
“Tuhan Yang Maha Pemurah Yang telah mengajarkan al-Qur’an. Dia menciptakan manusia. Mengajarkanya pandai berbicara. (QS. Al-Rahman : 1-4).
6.      Persepsi, Imajinasi dan Konsepsi
Makhluk lain memang memiliki beberapa fungsi indrawi yang sama dengan manusia. Tapi dari segi persepsi, konsepsi dan imajinasi berbeda dengan manusia. Ketika manusia dan binatang umpamanya sama-sama bisa melihat laut yang berwarna biru, namun yakinlah bahwa out put yang dihasilkanya pasti berbeda. Dimana manusia melihat birunya laut dapat menjadi syair, pengetahuan, kenyamanan, kengerian, pertanda dan sebagainya.
7.      Perilaku
Di dalam diri manusia itu ada potensi untuk berprilaku rendah, hingga menjadi makhluk yang tidak bermartabat; juga mempunyai kesiapan untuk berprilaku mulia, hingga menjadi makhluk yang paling mulia. Manusia mempunyai potensi untuk menjadi baik, menjadi jahat, atau menjadi baik sekaligus jahat pada waktu bersamaan. Berbeda dengan binatang yang hanya terpancang pada satu prilaku saja.
Dendam, dengki, iri, khianat, sombong, riya, marah, tamak, angkuh, ujub, culas, curang, keras kepala, tebal muka, kasar berikut sifat-sifat kebalikanya, seperti penyabar, penyayang, ramah dan syang lainya merupakan gambaran beragamnya prilaku yang dimiliki manusia.
Manusia diciptakan Allah Ta’ala mempunyai potensi positif dan negatif. Potensi positif yang dimilinya yakni : manusia mempunyai fitrah beragama (QS. Ar-Rum : 30); kemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan (QS. Al-Baqarah : 31); mampu menyususn argumentasi secara logis (QS. Al-Baqarah : 65-68); mampu mengambil pelajaran dari pengalaman (QS. Al-‘Araf 164-169); mampu berfikir kritis terhadap gagasan yang disampaikan orang lain yang tidak mempunyai pijakan kebenaran (QS. Al-Maidah : 103); kemampuan menguasai informasi (QS. Ar-Rahman : 4). Adapun potensi negatifnya adalah : bersifat tergesa-gesa (QS. Bani Israil : 11); bertindak bodoh dan mempersulit diri (QS. Al-Ahzab : 72); labil dan tidak betahan (QS. Al-Ma’arij : 19); keluh kesah (QS. Al-Ma’arij : 20); kikir terhadap miliknya dan cenderung kurang bersyukur (QS. Al-Ma’arij : 21); suka berdebat dan membangkang (QS. Al-Kahfi : 54, an-Nahl : 4); mudah melupakan jasa baik orang lain (QS. Yunus : 12); sulit berterimakasih secara tulus (QS. Al-‘adiyat : 6); suka bertindak melampoi batas (QS. Al-‘Alaq : 6); mudah putus asa dan cenderung menutup diri (QS. Hud : 9); senang kepada harta (QS. Al-Takasur : 1-2); dan takut pada ancaman dan kematian (QS. An-Nisa : 78).[5]
Dengan demikian, apa konsekwensi yang timbul dari semua keistimewaan yang dikaruniakan Allah kepada manusia? Bukankah orang bijak telah berkata : “Sebesar karunia yang dilimpahkan kepadamu, sebesar itu pula tanggungjawab yang dituntut darimu”.
Allah yang menciptakan manusia sebagai satu-satunya makhluk, dari sekian makhluk yang berada di muka bumi, yang dimintai pertanggung jawabannya. Allah Berfirman :
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى (36)
“Apakah Manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban) (QS. Al-Qiyamah : 36)

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ (115)
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (QS. Al-Mukminun : 115)
Oleh karena itu, manusia dengan segala kesempurnaan dan keistimewaannya, potensi yang dimiliki positif dan negatifnya, perangkat baik dari aspek jasadiah ataupun ruhaniahnya, dengan kata lain selayaknya ilmu perakitan komputer, maka Allah telah merakit manusia dengan sistem hardware dan software, lengkap, berkualitas tinggi dan multifungsi. Kesemua perangkat ini bekerja secara sinergis, sehingga akan mampu menjalankan aktifitasnya sesuai dengan tujuan dan fungsinya. 


[1] Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Jogjakarta : Pustaka Pelajar, 2009), hal 33.
[2] Imam Nawawi, Syarah Muslim, Maktabah Syamilah, Kitab Fil Qadr, hal. 191.
[3] Taudhîhul Ahkâm bi Syarhi Bulûghil Maram 5/561-562.

[4] Said Hawa, Ar-Rasul, terj. Rasulullah Izinkan Aku Mencintaimu, Imam Firdaus dan Nashruddin, (Jakarta : AULIA PUSTAKA, 2008), hal 1-6.
[5] Nurwajah Ahmad, TAFSIR AYAT-AYAT PENDIDIKAN, Hati yang Selamat Hingga Kisah Luqman, (Bandung : Penerbit MARJA, 2007), hal. 87-92.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Proses Penciptaan Manusia"

Posting Komentar