HAKIKAT EVALUASI PENDIDIKAN
(Kajian Filsafat Pendidikan Islam)
Abstrak
Tulisan ini menjelaskan hakikat evaluasi dalam filafat pendidikan
Islam. Hakikat adalah realitas, yaitu kenyataan yang sebenarnya, bukan keadaan
sementara atau keadaan yang menipu, dan bukan keadaan yang berubah-rubah. Peningkatan
kualitas pembelajaran membutuhkan adanya peningkatan kualitas program
pembelajaran secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Untuk meningkatkan
kualitas program pembelajaran membutuhkan informasi tentang implementasi
program pembelajaran sebelumnya. Hal ini dapat diperoleh dengan dilakukannya
evaluasi terhadap program pembelajaran secara periodik.
Kata Kunci : Hakikat, Evaluasi, dan
Pendidikan Islam.
Pendahuluan
Agenda pembangunan pendidikan suatu bangsa tidak akan pernah berhenti
dan selesai. Ibarat patah tumbuh hilang berganti, selesai memecahkan suatu
masalah, muncul masalah lain yang kadang tidak kalah rumitnya. Begitu pula
hasil dari sebuah strategi pemecahan masalah pendidikan yang ada, tidak jarang justru
mengundang masalah baru yang jauh lebih rumit dari masalah awal. Itulah
sebabnya pembangunan bidang pendidikan tidak akan pernah ada batasnya. Selama
manusia ada, persoalan pendidikan tidak akan pernah hilang dari wacana suatu
bangsa. Oleh karena itu, agenda pembangunan sektor pendidikan selalu ada dan
berkembang sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat suatu bangsa.
Filsafat
pendidikan Islam merupakan bagian pengetahuan yang memperbincangkan
masalah-masalah pendidikan Islam. Ruang lingkup pendidikan Islam berkaitan
dengan lembaga pendidikan, pendidik, anak didik, kurikulum, tujuan pendidikan,
proses pembelajaran, metode dan strategi pembelajaran, kepustakaan, evaluasi
pendidikan, dan alat-alat pendidikan[1].
Dan tulisan ini mengkaji Hakikat Evaluasi pendidikan, karena dalam proses
belajar mengajar, evaluasi merupakan komponen yang sangat penting dan tidak
bisa dipisahkan dari keseluruhan proses yang lainya.
Evaluasi pendidikan memberikan manfaat baik
bagi siswa/peserta pendidikan, pengajar maupun manajemen. Dengan adanya
evaluasi, peserta didik dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah
digapai selama mengikuti pendidikan. Pada kondisi dimana siswa mendapatkan
nilai yang memuaskan maka akan memberikan dampak berupa suatu stimulus, motivator
agar siswa dapat lebih meningkatkan prestasi. Pada kondisi dimana hasil yang
dicapai tidlak mernuaskan maka siswa akan berusaha memperbaiki kegiatan
belajar, namun demikian sangat diperlukan pemberian stimulus positif dari guru atau pengajar
agar siswa tidak putus asa. Dari sisi pendidik, hasil evaluasi dapat digunakan
sebagai umpan balik untuk menetapkan upaya upaya meningkatkan kualitas
pendidikan.
Mengingat begitu luasnya pembahasan evaluasi sistem pendidikan,
maka penulis membatasi masalahnya pada pembahasan evaluasi pendidikan sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari evalusi pendidikan secara menyeluruh.
Hakikat
Kajian filsafat yang meneliti hakikat sesuatu adalah ontologi.
Ontologi dalam bahasa inggris ontology, berasal dari bahasa Yunani on
artinya ada, dan ontos berti keberadaan. Dan logos adalah
pemikiran[2].
Jadi ontologi adalah pemikiran mengenai yang ada dan keberadaannya. Secara
ontologi pendidikan adalah hakikat dari kehidupan sebagai makhluk yang berakal
dan berfikir[3]
Karakteristik ontologis
menurut suparlan[4]
adalah :
1.
Ontologi
adalah studi tentang arti ada dan berada, tentang ciri-ciri
esensial tentang yang ada dalam diriny sendiri, menurut bentuknya yang paling
abstrak.
2.
Ontologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas dalam arti
seluas mungkin, dengan menggunakan katagori seperti ada atau menjadi,
aktualitas atau potensialitas, nyata atau penampakan, esensi atau eksistensi,
kesempurnaan ruang dan waktu, perubahan dan sebagainya.
3.
Ontologi
adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir yang ada, yaitu
Yang Satu, Yang Absolut, Bentuk Abadi, Sempurna, dan keberadaan segala sesuatu
yang mutlak bergantung kepada-Nya.
4.
Ontologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang sesuatu realitas, apakah nyata
atau semu, apakah pikiran itu nyata atau tidak, dan sebagainya.
Hakikat adalah
realitas, yaitu kenyataan yang sebenarnya, bukan keadaan sementara atau keadaan
yang menipu, dan bukan keadaan yang berubah-rubah[5].
hakikat adalah berupa apa yang membuat sesuatu berujud, dengan kata lain
hakikat adalah unsur utama yang mengujudkan sesuatu. Hakikat mengacu kepada
faktor utama yang lebih fundamental. Faktor utama tersebut wajib ada dan suatu
kemestian. Hakikat selalu ada dalam keadaan sifatnya tidak berubah ubah.tanpa
faktor utama tersebut sesuatu tidak akan bermakna sebagai wujud yang kita
maksudkan.karena hakikat merupakan faktor utama yang wajib ada, maka esensinya
itu tidak dapat dipungkiri atau dinafikan. Keberadaanya itu disetiap tempat dan
waktu tidak berubah. Tidak akan pernah ada suatu atrubut jika tida ada hakikat.
Contoh hakikat manusia. Hakikat merupakan inti pokok dari
sesuatu, dengan hakikat itulah sesuatu bereksistensi. Maka pada manusia
yang merupakan makhluk (ciptaan) Tuhan terbentuk atau terujud
oleh dua faktor utama yakni jasad dan roh. Jadi
hakikatnya itu juga sebagai esensi dari manusia yakni
ikatan atau perpaduan ” jasad dan roh “. Dalam
hal ini perlu diingat adalah setelah roh ditiupkan atau dimasukkan kedalam
jasad oleh sang Maha Pencipta, maka roh tersebut berubah namanya
menjadi nafs (
arab) atau jiwa ( Indonesia ).
Suatu hakikat adalah satu
kesatuan yang tidak dapat dibagi dalam bereksistensi. Semua faktor utama
hakikat itu terintegrasi atau menyatu dalam satu sistem. Dengan kata lain
hakekat mengacu kepada hal-hal yang lebih permanen yang tidak terpengaruh oleh
situasi dan kondisi. Juga tidak terpengaruh oleh ruang dan waktu. Suatu hakikat
lebih mantap dan stabil serta tidak mendatangkan sifat yang berubah-rubah,
tidak parsial ataupun yang bersifat fenomenal. Maka yang namanya manusia (an-nas)
adalah makhluk Tuhan yang memiliki “jiwa dan raga”. Keharmonisan ikatan
(integritas) jiwa dan raga tersebut menjadikan manusia dapat
bereksistensi (ber-ada). Hakikat dapat menjalankan fungsi-fungsi kemanusiaan
dalam berbagai bentuk kegiatan. Pada ” hakekat ” itu terletak
(terdapat) hal-hal lain yang menjadi atribut
manusia.
Seperti “manusia sebagai makhluk pribadi, manusia sebagai makhluk
sosial, manusia sebagai makhluk susila, manusia sebagai makhluk
religius” ditetapkan sebagai apa yang harus dikerjakan di dalam keseharian
hidupnya. Bukan pekerjaannya sebagai hakikat akan tetapi adalah “apa yang ada”
pada diri manusia itu.
Jika jiwa berpisah dengan raga
maka hilanglah sebutan manusia. Kalau jasad saja namanya mayat dan
jiwanya berubah namanya kembali sebagai roh. Dengan demikian kalau satu saja di
antara faktor utama itu yang ada maka manusia tidak bisa bereksistensi,
apa yang disebut sebagai manusia tidak ada, dan fungsi-fungsi dari
manusia itu tidak dapat dijalankan. Itulah yang disebut dengan manusia
telah mati. Ketentuan itu berlaku dimana saja dan kapan saja.
Evaluasi
Secara bahasa (etimologi) evaluasi berasal dari bahasa Inggris, evaluation,
yang berarti penilaian dan penaksiran[6].
Dalam bahasa Arab, dijumpai istilah imtihân, yang berarti ujian, dan khataman
yang berarti cara menilai hasil akhir dari proses kegiatan[7].
Berikut
penulis kutipkan kembali pengertian evaluasi secara terminologi menurut
beberapa pakar yang berkompeten dibidangnya, diantaranya : Oemar Hamalik
mengartikan evaluasi sebagai suatu proses penaksiran terhadap kemajuan,
pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan[8]. Abudin Nata
menyatakan bahwa evaluasi sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan
kriteria tertentu dalam rangka mendapatkan informasi dan menggunakannya untuk
menyusun penilaian dalam rangka membuat keputusan[9]. Suharsimi
Arikunto, evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang
bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan[10].
Edwind Wandt berpendapat evaluasi adalah: suatu tindakan atau proses dalam
menentukan nilai sesuatu[11].
M. Chabib Thoha, mengutarakan bahwa
evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan objek
dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk
memperoleh kesimpulan[12].
Dari
beberapa pengertian evaluasi tersebut, dapat penulis simpulkan bahwa evaluasi adalah suatu proses
dan tindakan yang terencana untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan,
pertumbuhan dan perkembangan (peserta didik) terhadap tujuan (pendidikan), sehingga
dapat disusun penilaiannya yang dapat dijadikan dasar untuk membuat keputusan. Dengan
demikian evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan
insedental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu yang terencana,
sistematik dan berdasarkan tujuan yang jelas[13].Jadi
dengan evaluasi diperoleh informasi dan kesimpulan tentang keberhasilan suatu
kegiatan, dan kemudian kita dapat menentukan alternatif dan keputusan untuk
tindakan berikutnya.
Dalam evaluasi pendidikan
ada empat komponen saling terkait dan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan yaitu pengukuran, tes, dan penilaian[14]. Tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan
seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus
atau pertanyaan. Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat
untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Objek ini bisa berupa
kemampuan peserta didik, sikap, minat, maupun motivasi. Respons peserta tes terhadap sejumlah
pertanyaan menggambarkan kemampuan dalam bidang tertentu.
Pengukuran dinyatakan sebagai proses penetapan angka
terhadap individu atau karakteristiknya menurut aturan tertentu Dengan
demikian, esensi dari pengukuran adalah kuantifikasi atau penetapan angka
tentang karakteristik atau keadaan individu menurut aturan-aturan
tertentu. Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan kognitif, afektif
dan psikomotor. Pengukuran memiliki konsep yang lebih luas dari pada tes. Kita
dapat mengukur karakateristik suatu objek tanpa menggunakan tes, misalnya
dengan pengamatan, skala rating atau cara lain untuk memperoleh informasi dalam
bentuk
kuantitatif[15].
Penilaian (assessment) memiliki makna yang
berbeda dengan evaluasi. Asesmen dalam konteks pendidikan sebagai sebuah usaha secara formal untuk
menentukan status siswa berkenaan dengan berbagai kepentingan pendidikan. Asesmen
sebagai proses yang menyediakan informasi tentang individu siswa, tentang
kurikulum atau program, tentang institusi atau segala sesuatu yang berkaitan
dengan sistem institusi. “processes that provide information about
individual students, about curricula or programs, about institutions, or about entire
systems of institutions”.[16] Berdasarkan berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa assessment
atau penilaian dapat diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil
pengukuran.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa evaluasi pendidikan adalah suatu kegiatan yang berisi
mengadakan pengukuran, penilaian dan tes terhadap keberhasilan pendidikan dari
berbagai aspek yang menyeluruh, baik kognitif, afektif dan psikomotoriknya.
Prinsip-Prinsip Evaluasi
dalam Pendidikan Islam
Prinsip-prinsip evaluasi dalam pendidikan Islam sangat diperlukan sebagai panduan
dalam prosedur pengembangan evaluasi, karena jangkauan sumbangan penilaian
dalam usaha perbaikan pembelajaran sebagian ditentukan oleh prinsip-prinsip
yang mendasari pengembangan dan pemakaiannya. Berkaitan dengan prinsip-prinsip
penilaiai tersebut. Menurut Nana Sujana[17]
bahwa penilaian hasil belajar hendaknya (a) dirancang sedemikian rupa sehingga
jelas kemampuan yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian dan
iterpretasi hasil penilaian, (b) menjadi bagian yang integral dari proses
belajar mengajar, (c) agar hasilnya obyektif, penilaian harus menggunakan
berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif, (d) diikuti dengan tindak
lanjutnya.
Mujib dan Mujakir[18],
menyatakan bahwa pelaksanaan evaluasi agar akurat dan bermanfaat baik bagi
peserta didik, pendidik ataupun pihak yang berkepentingan, maka harus
memperhatikan prinsip-prisip sebagai berikut :
1.
Valid artinya Evaluasi
mengukur apa yang seharusnya diukur dengan menggunakan jenis tes yang
terpercaya dan shahih. Artinya ada kesesuaian alat ukur dengan fungsi pengukuran
dan sasaran pengukuran.
2.
Berorientasi
kepada kompetensi.
Dengan berpijak pada kompetensi, maka ukuran-ukuran keberhasilan
pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan terarah.
3.
Berkelanjutan atau Berkesinambungan
(kontinuitas). Evaluasi
harus dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu untuk mengetahui
secara menyeluruh perkembangan peserta didik, sehingga kegiatan dan unjuk kerja
peserta didik dapat dipantau melalui penilaian. Dalam ajaran Islam sangatlah
diperhatikan kontinuitas, karena dengan berpegang prinsip ini, keputusan yang
diambil oleh seseorang menjadi valid dan stabil serta menghasilkan suatu
tindakan yang menguntungkan.
4.
Menyeluruh
(Komprehensif). Evaluasi
harus dilakukan secara menyeluruh, meliputi kepribadian, ketajaman hafalan,
pemahaman, ketulusan, kerajinan, sikap kerja sama, tanggung jawab, dan
sebagainya, atau dalam taksonomi Benjamin S. Bloom lebih dikenal dengan aspek
kognitif, afektif dan psikomotor. Kemudian Anderson dan Cratwall mengembangkannya
menjadi 6 aspek yaitu mengingat, mengetahui, aplikasi, analisis, kreasi dan
evaluasi.
5.
Bermakna yaitu Evaluasi
diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua pihak. Untuk itu evaluasi
hendaknya mudah difahami dan dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang
berkepentingan.
6.
Adil dan
objektif yaitu Evaluasi
harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi peserta didik dan objektif
berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak boleh dipengaruhi oleh hal-hal
yang bersifat emosional dan irasional. Jangan karena kebencian menjadikan
ketidakobjektifan evaluasi.
7.
Terbuka
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai kalangan sehingga
keputusan tentang keberhasilan peserta didik jelas bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi yang dapat merugikan
semua pihak.
8.
Ikhlas yaitu Evaluasi
dilakukan dengan niat yang bersih, dalam rangka efisiensi tercapainya tujuan
pendidikan dan kepentingan peserta didik.
9.
Praktis
Evaluasi dilakukan dengan mudah dimengerti dan dilaksanakan dengan beberapa
indikator, yaitu: a) hemat waktu, biaya dan tenaga; b) mudah diadministrasikan;
c) mudah menskor dan mengolahnya; dan d) mudah ditafsirkan
10. Dicatat dan akurat yaitu hasil dari setiap evaluasi prestasi
peserta didik harus secara sistematis dan komprehensif dicatat dan disimpan,
sehingga sewaktu-waktu dapat dipergunakan.
Menurut
Daryanto[19].
Betapapun baik dan sempurnanya prosedur evaluasi dilaksanakan, apabila tidak
dipadukan dengan prinsip-prinsip lain sebagai penunjangnya, maka hasial
evaluasipun kurang dari yang diharapkan. Karena itu perlu diperhatikan, yaitu :
1.
Keterpaduan. Evaluasi merupakan program integral dalam
program pengajaran di samping tujuan intruksional dan materi erta metode
pengajaran. Materi, metode dan evaluasi tiga kesatuan terpadu yang tidak boleh
dipisahkan.
2.
Keterlibatan siswa, hal ini berkaitan erat dengan metode
belajar yang menuntut keterlibtn siswa secara aktif. Dengan demikian evaluasi
bagi siswa merupakan kebutuhan yang harus dilaksanakan.
3.
Koheresi, dimaknai evaluasi harus berkaitan dengan materi
pengajaran yang sudah disampaikan dan sesuai dengan ranah kemampuan yang hendak
di ukur.
4.
Pedagogis. Evaluasi perlu diterapkan sebagai usaha perbaikan
sikap dan tingkah laku dari aspek pedagogis. Hasil evaluasi dapat dijadikan
motivasi untuk siswa dalam kegiatan belajarnya. Hasil evaluasi dapat dirasakan
sebagai ganjaran sebagai penghargaan bagi yang berhasil, dan hukuman bagi yang
tidak berhasil.
5.
Akuntabilitas. Sejauhmana keberhasilan program pengajaran
perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan
sebagai laporan pertanggungjawaban.
Tujuan dan Fungsi Evaluasi
dalam Pendidikan Islam
Menurut Anas Sudijonno[20],
tujuan evaluasi pendidikan terbagi menjadi dua yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus.
1.
Tujuan umum
adalah evaluasi pendidikan bertujuan untuk memperoleh data pembuktian, yang
akan menjadi petunjuk sampai di mana tingkat kemampuan dan tingkat keberhasilan
peserta didik dalam pencapaian tujuan kurikuler serta bertujuan untuk mengukur,
menilai tingkat efektifitas
mengajar dan metode yang telah diterapkan oleh pendidik dalam proses
pendidikan.
2.
Tujuan
khusus adalah evaluasi pendidikan bertujuan untuk memberikan rangsangan kepada
peserta didik dalam menempuh program pendidikan (memunculkan sikap untuk
memperbaiki dan menigkatkan prestasi), serta bertujuan untuk mencari dan menemukan
faktor-faktor penyebab keberhasilan atau ketidakberhasilan peserta didik dalam
melaksanakan proses pendidikan.
Seorang pendidik melakukan evaluasi di sekolah
mempunyai fungsi sebagai berikut[21]:
1.
Untuk mengetahui peserta didik yang
terpandai dan kurang di kelasnya.
2. Untuk
mengetahui apakah bahan yang telah diajarkan sudah dimiliki peserta didik atau
belum
3.
Untuk mendorong persaingan yang
sehat antara sesama peserta didik.
4. Untuk
mengetahui kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah mengalami pendidikan
dan pengajaran.
5. Untuk
mengetahui tepat atau tidaknya guru memilih bahan, metode, dan berbagai
penyesuaian dalam kelas.
6. Sebagai
laporan terhadap orang tua peserta didik dalam bentuk raport, ijazah, piagam
dan sebagainya.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan Hamalik, bahwa
fungsi evaluasi adalah untuk membantu peserta didik agar ia dapat mengubah atau
mengembangkan tingkah lakunya secara sadar, serta memberi bantuan padanya cara
meraih suatu kepuasan bila berbuat sebagaimana mestinya, selain itu juga dapat
membantu seorang pendidik dalam mempertimbangkan adequate (cukup
memadai) metode pengajaran serta membantu dan mempertimbangkan administrasinya[22].
Sementara pendapat lain mengemukakan, evaluasi berfungsi sebagai[23]
1.
Mengidentifikasi dan merumuskan
jarak dari sasaran-sasaran pokok dari kurikulum secara komprehensif.
2.
Penetapan bagi tingkah laku apa yang
harus direalisasikan oleh siswa.
3. Menyeleksi
atau membentuk instrumen-instrumen yang valid, terpercaya dan praktis untuk
menilai sasaran-sasaran utama proses kependidikan atau ciri-ciri khusus dari
perkembangan dan pertumbuhan manusia didik.
1.
Dari segi pendidik, yaitu untuk
membantu seorang pendidik mengetahui sejauhmana hasil yang dicapai dalam
pelaksanaan tugasnya
2. Dari segi
peserta didik, yaitu membantu peserta didik untuk dapat mengubah atau
mengembangkan tingkah lakunya secara sadar ke arah yang lebih baik.
3. Dari segi
ahli fikir pendidikan Islam, untuk membantu para pemikir pendidikan Islam
mengetahui kelemahan teori-teori pendidikan Islam dan membantu mereka dalam
merumuskan kembali teori-teori pendidikan Islam yang relevan dengan arus
dinamika zaman yang senantiasa berubah.
4. Dari segi
politik pengambil kebijakan pendidikan Islam, untuk membantu mereka dalam
membenahi sistem pengawasan dan mempertimbangkan kebijakan yang akn diterapkan
dalam sistem pendidikan nasional (Islam).
Sementara
itu, sasaran evaluasi pendidikan meliputi: peserta didik dan juga pendidik
untuk mengetahui sejauhmana ia bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya
untuk mencapai tujuan pendidikan Islam.[25] Menurut
Abudin Nata, bahwa sasaran evaluasi yaitu untuk mengevaluasi peserta didik,
pendidik, materi pendidikan, proses penyampaian materi pelajaran, dan berbagai
aspek lainnya yang berkaitan dengan materi pendidikan.[26] Sasaran-sasaran
evaluasi pendidikan Islam secara garis besarnya melihat empat kemampuan peserta
didik [27] yaitu:
1.
Sikap dan pengalaman terhadap
hubungan pribadinya dengan Tuhannya.
2.
Sikap dan pengalaman terhadap arti
hubungan dirinya dengan masyarakat.
3. Sikap dan
pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam sekitarnya.
4. Sikap dan
pandangannya terhadap diri sendiri selaku hamba Allah Swt, anggota masyarakat
serta selaku khalifah-Nya di muka bumi.
Objek
dan Subjek Evaluasi Pendidikan
Objek
atau sasaran evaluasi pendidikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
kegiatan atau proses pendidikan, yang dijadikan titik pusat perhatian atau
pengamatan, karena pihak penilai (evaluator) ingin memperoleh informasi
tentang kegiatan atau proses pendidikan tersebut. Dalam UU No. 20 tahun 2003
pasal 57 ayat 2 menyatakan bahwa evaluasi dilakukan terhadap peserta didik,
lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua
jenjang, satuan, dan jenis pendidikan. Sedangkan, subjek evaluasi pendidikan
adalah orang yang melakukan evaluasi dalam bidang pendidikan. Menurut Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 2005. pasal 78 dinyatakan bahwa evaluasi pendidikan
meliputi:
1. Evaluasi
kinerja pendidikan yang dilakukan oleh satuan pendidikan sebagai bentuk
akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihakpihak yang berkepentingan;
2. Evaluasi
kinerja pendidikan oleh Pemerintah;
3. Evaluasi
kinerja pendidikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi;
4. Evaluasi
kinerja pendidikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
5. Evaluasi
oleh lembaga evaluasi mandiri yang dibentuk masyarakat atauorganisasi profesi
untuk menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan[28].
Ruang
Lingkup Evaluasi Pendidikan
Ruang lingkup evaluasi dalam pendidikan
sekurang-kurangnya meliputi:
1. Tingkat
kehadiran peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan;
2. Pelaksanaan
kurikulum tingkat satuan pendidikan dan kegiatan ekstrakurikuler;
3. Hasil
belajar peserta didik; dan
4.
Realisasi
anggaran. (Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 pasal 79).
Jenis-jenis Evaluasi
Jenis-jenis evaluasi yang dapat
diterapkan dalam pendidikan Islam menurut pandangan Ramayulis adalah[29]:
a) Evaluasi Formatif, b) Evaluasi Sumatif, c) Evaluasi penempatan (placement),
dan d) Evaluasi Diagnostik,
1.
Evaluasi Formatif, yaitu penilaian untuk mengetahui hasil
belajar yang dicapai oleh para peserta didik setelah menyelesaikan satuan
program pembelajaran (kompetensi dasar) pada mata pelajaran tertentu.Jenis ini
diterapkan berdasarkan asumsi bahwa manusia memiliki banyak kelemahan seperti
tercantum dalam QS. An-Nisa: 28 “Allah hendak memberikan keringanan
kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah”. Dan pada mulanya tidak
mengetahui apa-apa, tercantum dalam QS. An-Nahl: 78, sehingga pengetahuan, ketrampilan,
dan sikap itu tidak dibiasakan. “dan Allah mengeluarkan kamu dari perut
ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.
2. Evaluasi Sumatif, yaitu evaluasi
yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik setelah mengikuti pelajaran
dalam satu semester dan akhir tahun untuk menentukan jenjang berikutnya,
seperti tercantum dalam QS. Al-Insyiqaq: 19 “Sesungguhnya kamu melalui
tingkat demi tingkat (dalam kehidupan)” QS. Al-Qamar: 49 “Sesungguhnya
Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.”
3. Evaluasi penempatan (placement),
yaitu evaluasi tentang peserta didik untuk kepentingan penempatan di dalam
situasi belajar yang sesuai dengan kondisi peserta didik.
4. Evaluasi Diagnostik, yaitu evaluasi
yang dilakukan terhadap hasil penganalisaan tentang keadaan belajar peserta
didik, baik merupakan kesulitan-kesulitan maupun hambatan-hambatan yang ditemui
dalam situasi belajar mengajar.
Langkah-langkah Evaluasi
Secara
umum, proses pengembangan penyajian dan pemanfaatan evaluasi belajar dapat
digambarkan dalam langkah-langkah berikut:[30]
1.
Penentuan Tujuan Evaluasi
2.
Penyususnan Kisi-kisi soal
3.
Telaah atau review dan revisi soal
4.
Uji Coba (try out)
5.
Penyusunan soal
6.
Penyajian tes
7.
Scorsing
8.
Pengolahan hasil tes
9.
Pelaporan hasil tes
10.
Pemanfaatan hasil tes
Sistem
Evaluasi Pendidikan Islam, yaitu untuk menguji daya kemampuan manusia beriman
terhadap berbagai macam problema kehidupan yang dihadapi, untuk mengetahui
sejauhmana hasil pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan Rasulullah SAW
kepada umatnya, untuk menentukan klasifikasi atau tingkat hidup keislaman atau
keimanan seseorang, seperti pengevaluasian Allah Swt terhadap Nabi Ibrahim yang
menyembelih Ismail putera yang dicintainya, untuk mengukur daya kognisi,
hafalan manusia dari pelajaran yang telah diberikan padanya, seperti
pengevaluasian terhadap Nabi Adam tentang asma-asma yang diajarkan Allah
Swt kepadanya di hadapan para malaikat, serta memberikan semacam tabsyîr
(berita gembira) bagi yang beraktivitas baik, dan memberikan semacam iqab (siksa)
bagi mereka yang beraktivitas buruk.
Ajaran
Islam memberikan juknis dan juklak terhadap prinsip-prinsip dasar evaluasi. Evaluasi merupakan keniscayaan dalam rangkaian proses pendidikan yang telah
dilaksanakan pendidik. Diantara petunjuk dalam
al Qur’an yang berkenaan dengan evaluasi, diantaranya terkandung dalam
(QS. Al Baqarah : 31-32). Pertama, Allah Swt merupakan Pendidik (Murabbi)
yang mengajarkan kepada Nabi Adam. Kedua, para malaikat tidak memperoleh
pengajaran sebagaimana yang diterima Nabi Adam. Ketiga, Allah Swt
meminta kepada Nabi Adam agar mendemontrasikan ajaran-ajaran yang telah
diterimanya. Keempat, materi evaluasi, haruslah materi yang telah
diajarkan.
Kesimpulan
Peningkatan kualitas pembelajaran membutuhkan adanya
peningkatan kualitas program pembelajaran secara berkelanjutan dan
berkesinambungan. Untuk meningkatkan kualitas program pembelajaran membutuhkan
informasi tentang implementasi program pembelajaran sebelumnya. Hal ini dapat
diperoleh dengan dilakukannya evaluasi terhadap program pembelajaran secara
periodik.
Untuk lebih
mengoptimalkan peran guru dalam evaluasi program pembelajaran, maka sebaiknya
evaluator dalam evaluasi program pembelajaran merupakan kombinasi antara
evaluator dari dalam dan evaluator dari luar dimana evaluator tersebut
mempunyai integritas memehami materi, menguasai teknik evaluasi, objektif, cermat,
jujur, dan dapat
dipercaya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kencana, 2008).
-------, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008).
Abudin Nata,
Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2005).
-------, Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
-------, Manajemen Pendidikan, Mengatasi Kelemahan
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group, 2008.
Al-Rasyidin dkk, Filsafat
Pendidikan Islam Pendekatan Historis, teoritis dan Praktis, (Jakarta :
Ciputat Press, 2005.
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan
Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Hasan Langgulung, Manusia dan
Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka
Al-Husna, 1989..
http//www.evaluasipendidikan.blogspot.com.
John M.
Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia.
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam,
Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta:
Bumi Aksara, 2009.
M. Chabib Thaha, Tehnik-tehnik
Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1990
Oemar
Hamalik, Pengajaran Unit, Bandung: Alumni, 1982.
Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta:Kalam Mulia, 2008.
---------, Metodologi
Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1990.
Zuhairini, dkk., Metodik Khusus
pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional, 1981.
Depdiknas. (2005). Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Jakarta:
Depdiknas.
Depdiknas. (2003). UU No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta: Depdiknas.
[1]
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009),
hal. 12.
[2]
Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan Persoalan Eksistensi dan
Hakikat, (Jogyakarta : Ar Ruza Media, 2008), hal. 111.
[3]
Hasan Basri, ibid, hal. 18.
[4]
Suparlan Suhartono, ibid, hal. 112.
[5]
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2010) hal. 33.
[14]
http//www.evaluasipendidikan.blogspot.com.
[15]
Abudin Nata,ibid, hal. 185.
[16]
http//www.evaluasipendidikan.blogspot.com.
[17]
Nana Sujana, Penilaian
Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung : P.T Remaja Rosdakarya, 1990), hal.8-9.
[18]
Mujib & Mudzakir, Ilmu
Pendidikan Islam, 214. Lihat juga Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,
225-226.
[19]
Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), hal.
19-21.
[20]
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo, 2011),
cet. 10, hlm. 16-17..
[23]
M. Arifin, Ilmu Pendidikan
Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009), hal. 167
[24]
Al-Rasyidin dkk, Filsafat
Pendidikan Islam Pendekatan Historis, teoritis dan Prkatis, (Jakarta :
Ciputat Press, 2005), hal. 77-78.
[25]
Muhammad Athiyah al-Abrasyî, Ruh
al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, (Saudi Arabia: dar Al-Ahya’, tt), hal. 362
[27]
M. Arifin, Ilmu Pendidikan
Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009), hal. 162-163.
[28]
Depdiknas. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
(2005).
[29] Mujib,
Muzakir, ibid, hal. 217
[30] Ibid,
hal.219.
0 Response to "Hakikat Evaluasi Pendidikan"
Posting Komentar